Tulisan Berjalan

اللهم صل على سيدنا محمد

Sabtu, 17 September 2011

Menggapai hidayah dengan keinsyafan


Imam muslim mengabadikan sebuah kisah yang di sampaikan oleh Rasulullah. Kisah sebuah ketulusan kunci mendapatkan hidayah dan kemulyaan. Disebutkan bahwa Rasulullah bercerita tentang seorang kiai yang sangat gemar beribadah. Ia sengaja memilih tempat yang jauh dari kebisingan kota, di atas gununglah yang jadi pilihanya. Cukup lama ia berada di tempat tersebut, hari-harinya adalah hanya untuk bersujud dan berdzikir kepada Allah.
Ditempat yang berbeda, yaitu ditengah kebisingan manusia mencari dunia, hiduplah seorang pemuda yang bergelimang dalam dosa dan kenistaan. Ia adalah preman pasar yang dalam kesehari-harianya adalah menimbun dosa.
Pada suatu ketika sang kiai yang di atas gunung tersebut  kehabisan bekal makanan, maka iapun harus segera turun ketengah pasar untuk membeli bekal makanan secukupnya. Dalam waktu yang bersamaan, preman pasar yang terkenal dengan kejahatanya tersebut tiba-tiba tergerak hatinya untuk bertemu dengan kiai yang tinggal di lereng gunung. Ia yakini ia adalah orang soleh dan kedatanganyapun adalah untuk tujuan yang amat mulya yaitu ingin mendengar nasehat dan mendapatkan bimbingan dari sang kiai. Maka iapun mengambil keputusan untuk pergi keatas gunung untuk menemui orang tersebut.
Karena waktu untuk memenuhi keperluan dua manusia tersebut adalah sama maka mau tidak mau mereka harus berpapasan ditengan jalan. Di pegunungan yang ada adalah jalan setapak yang hanya cukup satu orang berjalan, jika ada orang lain yang datang dari arah berlawanan maka salah satu dari mereka harus mengalah. Begitulah pemandangan yang terjadi pada saat itu antara sang kiai yang ahli ibadah dan preman yang ahli maksiat.
Suasana yang amat mengagetkan sang preman saat itu, berpapasan dengan orang yang dikagumi dan di hormati ditempat yang tidak di duga yaitu di tengah jalan setapak. Ia merasa belum siap bertemu di tempat tersebut, ia ingin bertemu dengan sang kiai  dirumah dan tempat ibadahnya dan bukan di jalan. Sang preman merasakan didalam dirinya rasa takut, kagum dan hormat bercampur menjadi satu. Itulah yang menjadikan sang preman terduduk di jalan setapak tanpa ia sadari. Ia tidak mampu bertutur kata sepatah katapun dan ia hanya mampu memberi isyarat dengan tanganya kepada kiai tersebut yang maksudnya "silakan melewati jalan setapak ini!" Sang kiaipun berlalu dan mata sang premanpun tidak berpindah  dari sang kiai hingga lenyap dari pandanganya.
Suasana lain yang di rasakan sang kiai di saat matanya tertuju kepada sang preman yang berdiri di jalan setapaknya. Ia merasa risih dengan pemandangan itu maka iapun melewati sang preman dengan kesombonganya, tidak ia mengucapkan salam kepadanya, tidak ia bertanya keperluan dan tujuan sang preman ke atas gunung. Yang ada adalah keangkuhan dan kesombonganya karena merasa dia adalah kiai dan ahli ibadah yang seolah benar-benar  lebih dekat kepada Allah SWT lalu ia  memandang sang preman dengan mata merendahkan dan meremehkan. Ditengah-tengah cerita ini Rasulullah menjelaskan bahwa karena kesombongan sang kiai tersebut maka Allah mencabut hidayah dari hatinya dan karena keinsyafan, kekaguman dan rasa hormat sang preman kepada kiai  maka Allah memberikan hidayah kepadanya dan mengangkatnya menjadi kekasihnya.
Itulah penjelasan dari Rasulullah bahwa orang yang katanya ahli ibadah, alim, soleh akan tetapi jika itu semua menjadikan ia merendahkan orang lain maka hal itu akan menjadikan sebab di cabutnya hidayah Allah SWT. Begitu sebaliknya biarpun seseorang bergelimang dalam kejahatan dan kemaksiatan  akan tetapi ada keinsyafan, kekaguman dan cinta di hatinya kepada kiai, orang soleh dan ahli ibadah maka hal itu akan menjadikan sebab mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Itu adalah cerita dari Rasulullah SAW untuk kita, yang yang isinya adalah nasehat dan peringatan bagi kita.
Kita harus melihat diri kita, sebagai apa kita? Menginsyafi keberadaan kita. Jika kita sebagai ustadz harus insyaf dengan posisi ini dengan  senantiasa memandang orang yang belum mengerti dengan mata kasih dan cinta, bukan dengan kesombongan dan keangkuhan. Jika kita adalah orang yang tidak mengerti atau banyak dosa  maka kita harus menyadari kekurangan ini dengan senantiasa berusaha untuk bisa dekat dan mencintai para ulama dan orang soleh. Itulah pintu hidayah untuk mendapatkan kemulyaan dihadapan Allah SWT. Inilah yang akan menjadikan kiai semakin terlihat santun dan  indah dalam mengajak kepada kebaikan yang pada akhirnya menjadikan orang yang berada di jalan yang salah mudah untuk mencintai para kiai. Hasilnya adalah keindahan dari yang mengajak dan yang di ajak dan dari sinilah sebab mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Wallahu a'lam bishshowab.
 

Hakekat Menjalankan Sunnah Nabi Muhammad SAW


Seringkali kita mendengar kalimat sunnah Nabi Muhammad SAW diucapkan di lidah akan tetapi bagaimana yang sesungguhnya menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW. Ada orang-orang yang hidup bersama Nabi Muhammad akan tetapi tidak ada Nilainya dihadapan Allah dan Rasulullah SAW, mereka adalah orang-orang munafiq. Bahkan banyak cerita yang dihadirkan oleh Rasulullah tentang sekelompok orang yang menjalankan sunnah Nabi, dia ahli alquran, gemar berinfaq akan tetapi di sebut oleh Allah sebagai “pendusta”. Bagaimana orang yang menjalankan Sunnah Nabi disebut sebagai pendusta? Bukankah mempelajari alquran adalah perintah Rasulullah SAW? Bukankah berinfah adalah ajaran Rasulullah SAW.
Ada yang tertinggal bagi orang-orang yang disebut pendusta oleh Allah di saat melaksanakan Sunnah Nabi SAW. Yang mereka lakukan dari sunnah Nabi hanyalah sunnah dhohir, dan sunnah dhohir bisa dilakukan oleh orang yang tulus kepada Nabi Muhammad SAW dan orang yang tidak tulus. Sunnah dhohir adalah mengikuti Nabi Muhammad SAW yang tanpa dibarengi ruh mengikuti Nabi Muhammad SAW. Dan ruh mengikuti itu adalah cinta. Alangkah banyaknya kelalaian kita akan ruh mengikuti ini. Mengikuti Nabi Muhammad SAW belum tentu cinta akan tetapi yang mencintai Nabi Muhammad SAW pasti akan patuh dan mengikuti Nabi Muhammad SAW.
Dan kitapun harus sesering mungkin mencermati hati kita disaat jasad kita meniru Nabi Muhammad SAW, agar ada makna sunnah Nabi dalam gerak dan langkah kita dalam mengikuti Nabi Muhammad SAW. Jangan-jangan kita adalah orang yang disaat mengikuti Nabi Muhammad SAW akan tetapi hati kita lalai sama sekali akan kehadiran Nabi Muhammad SAW dihati kita. Barangkali kita adalah orang yang disaat menjalankan sunnah Nabi SAW yang kita ingat adalah kalimat yang terangkai di sebuah buku hadits. Mungkin kita adalah orang yang disaat jasad kita menjalankan sunnah Nabi akan tetapi yang hadir di hati kita adalah kalimat–kalimat yang kita dengar dari guru kita.
 

Menjalankan sunnah Nabi adalah makna yang dirasa oleh hati disaat jasad ini menjalankan sunnah Nabi. Hati yang merasakan kehadiran Nabi Muhammad SAW disaat menjalankan Sunnah Nabi adalah hatinya orang yang benar-benar menjalankan sunnah Nabi Muhammad SAW. Sebagai contoh marilah kita lihat diri kita sendiri, apa yang ada di hati kita disaat kita meminum air dengan tangan kanan kita. Apakah kita menyadari disaat kita mengangkat gelas dengan tangan kanan kita lalu kita hadirkan di hati kita Rasulullah SAW yang lagi meminum dengan tangan kanan beliau sebagi tanda sambung hati kita dengan hakekat Sunnah Nabi. Atau kita disaat itu sama sekali tidak merasakan kehadiran Nabi Muhammad SAW melakukan hal yang demikian itu karena memang kita adalah orang yang hanya mengerti sunnah dhohir yang belum pernah merasakan indah dan hakekat sunnah batini.
Wallahu  a'lam bissawab.
 

HARAGA SEHEMBUS NAFAS

HARAGA SEHEMBUS NAFAS
Jangan rela jika hari demi hari berlalu tanpa ada keinsyafan untuk mengoreksi diri kita. Kebaikan apa yang telah bertambah pada diri kita di hari kemarin, diminggu kemarin. Jika hari berlalu dengan sia–sia tanpa ada nilai yang bertambah, tanpa adanya  kerinduan kita kepada Allah SWT. Jika usia yang diberikan Allah SWT tidak kita manfaatkan sebagai kesempatan mendapatkan derajat kemuliaan dihadapan Allah SWT. Lalu apa yang kita pahami dari harga diri dan kemuliaan? Apakah selama ini kita mengira bahwa kemuliaan adalah mahalnya menu makan dan minum, atau bagusnya model baju dan tempat tinggal? Apa yang kita perjuangkan saat ini dan di hari–hari yang lalu? Apakah kita hanya memperjuangkan pangkat dihadapan manusia yang sebentar lagi berlalu? Apakah kita rela terjatuh dari mengabdikan hidup untuk Allah yang Maha Suci dan Abadi, menjadi mengabdikan diri untuk hawa nafsu yang rendah dan menjerumuskan?
Mari kita sadari bahwa nafas yang kita hembuskan adalah tanda kemurahan Allah SWT pada kita, hari-hari yang kita lalui adalah sebagian dari nikmat Allah yang tak terhingga nilainya. Apakah  kita pernah  berfikir jika berada pada  hembusan nafas yang terakhir, harta kita sebanyak apapun tidak bisa kita tukar dengan sekali hembusan nafas lagi. Apakah kita pernah merenung jika setelah hari terakhir dalam hidup kita di dunia ini. Pangkat di dunia setinggi apapun tidak bisa untuk menambahkan satu hari untuk menyambung kehidupan kita. Dan disaat itu setelah nafas terakhir kita hembuskan tidak ada  yang berguna bagi kita, kecuali ketulusan kita dengan Allah SWT saat kita masih bernafas..
Ada juga diantara kita yang menjadikan waktu tidak berguna dihadapan Allah, yaitu disaat kita kotori nikmat waktu itu, kita kotori dengan dosa-dosa. Dan alangkah mengerikanya jika ternyata nafas terakhir kita hembuskan, sementara Allah belum mengampuni dosa-dosa kita.
Wallahu a'lam bishshowab.

 
W
A
S
i
i
b
a
N
n
a
a
l
A
'
u
u
l
l
o
h
S